Di Era Internet Masyarakat Harus Ditingkatkan Literasi Digitalnya Zainuddin Ketua AJI Malang: “Sehingga di era modern ini, masyarakat harus cerdas memilih media untuk rujukan informasi”

Di Posting : 26 November 2022
Penulis : Doddi Risky
Kategori :
Bagikan :

Foto : Prokota.com

MALANG PROKOTA.Com – Penelitian Katadata Insight Centre dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang indek digital Indonesia 2021 menyebutkan, Indonesia berada di level sedang dengan niai 3,49 dari nilai maksimum 5,00.

Hal ini untuk siap hadapi tingginya sebaran informasi di era internet mengakibatkan orang semakin sering menerima pesan. Kemudahan dan kecepatan informasi ini tidak diimbangi dengan literasi digital yang baik di Indonesia.

“Agenda AJI Indonesia ini diselenggarakan di 10 kota, termasuk Kota Malang. Usai pelatihan, kami berharap para dosen dan jurnalis dapat lebih kritis menangkap informasi yang ia dapat,” ujarnya, Sabtu (26/11/2022).

Dalam upaya meningkatkan literasi digital yang lebih baik, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bekerjasama dengan Google News Initiative menyelenggarakan pelatihan digital di Kota Malang. Ketua AJI Malang, M Zainuddin menyatakan, pelatihan tersebut diikuti oleh para dosen dan jurnalis.

Dipaparkan lebih jauh oleh Zainuddin, karakteristik netizen telah berubah di era internet saat ini. Warga yang awalnya pasif menerima informasi, berubah menjadi produsen informasi. Banyak sekali kasus video viral yang diunggah oleh warga. Bahkan banyak dari video tersebut menjadi sumber berita.

“Sehingga di era modern ini, masyarakat harus cerdas memilih media untuk rujukan informasi,” ujarnya.

Menurut Zainuddin, edukasi tentang cek fakta dan literasi digital menjadi salah satu solusi untuk mematahkan arus informasi bohon ke publik. Para dosen dan jurnalis didorong mampu berpikir kritis dan cakap menggunakan media sosial.

“Penelitian We Are Social Hootsuite mencatat, ada 204,7 juta pengguna internet di Indonesia. Dari jumlah itu, 191,4 juta di antaranya merupakan pengguna media sosial aktif. Kabar bohong atau hoaks kerap berkelindan di media sosial,” katanya.

Ridho Abdullah Akbar, seorang jurnalis media online mengungkapkan hadirnya media sosial berdampak positif sekaligus negatif bagi pekerjaannya. Dilihat dari sisi positif, dirinya mengaku lebih mudah mencari informasi peristiwa. Sedangkan sisi negatifnya, ia mengaku cukup sulit untuk memverifikasi kebenaran atas informasi yang beredar.

“Tidak sedikit informasi yang beredar di media sosial itu tidak benar. Contohnya ketika saya datang langsung ke lokasi untuk mengkonfirmasi, ternyata peristiwa tidak terjadi. Padahal sempat ramai di media sosial,” ujarnya.

Ridho mengaku semakin berhati-hati membuat berita yang informasinya bersumber dari media sosial. Pasalnya, jika tidak berhasil mengkonfirmasi serta memverifikasi kebenaran informasi, bisa jadi berita yang ia buat justru semakin memperluas informasi bohong atau hoaks.

“Menurut saya pelatihan ini sangat bermanfaat. Saya pada akhirnya mengetahui dan bisa memposisikan diri atas profesi jurnalis ketika berhadapan dengan fenomena banjir informasi,” tegasnya.

Penelitian Katadata Insight Centre dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika melaporkan, 73 persen masyarakat paling banyak mencari informasi di media sosial. 22,4 persen respopnden menilai media sosial sebagai sumber informasi yang paling dipercaya. 47 persen lainnya menyebutkan bahwa informasi di telvisi sebagai sumber terpercaya.

Novenda Kartika Putrianto, dosen dari Prodi Teknik Universitas Ma Chung mengungkapkan meskipun dirinya bukan berasal dari disiplin ilmu komunikasi, literasi digital sangat penting dipelajari. Menurutnya literasi digital tidak hanya untuk kalangan tertentu saja, justru harus diedukasikan kepada semua pihak.

“Buat saya yang jauh dari komunikasi, saya belajar dari nol tapi saya mendapat pengetahuan lengkap bagaimana dunia jurnalisme, bagaimana menghadapi informasi hoaks yang dapat merusak harmonisasi masyarakat,” paparnya.

Novenda mengaku pernah menjadi korban informasi hoaks. Jika informasi hoaks tersebut bernuansa sensitif, maka akan berpotensi memicu stabilitas. Menurutnya, jika ia menerima informasi hoaks yang tidak sensitif, cukup diabaikan saja.

“Kita tidak bisa menerima informasi mentah-mentah. Mungkin materi tentang itu juga akan dimasukan ke dalam mata kuliah di Teknik Industri. Seperti ada yang namanya mata kuliah pkologi industri,” ungkapnya.

Pelatihan literasi digital tersebut menghadirkan dua pemateri yang tersertifikasi Google News Initiative. Pelatihan berlangsung selama dua hari dengan dihadiri 28 peserta. (ben/ril/aji/mlg)

Di Posting : 26 November 2022

Berita Serupa

Politik
Bisnis
Olah Raga